Category: puisi


IGA atau RUSUK


Tulang belulang tersusun rapi

Berlaku horizontal maupun vertikal
Berliku, liuk-liuk dan menakjubkan
Tak sekedar keras seperti semangat seorang pecita
Tak seputih iman seorang mu’allimin mu’allimat tanpa dusta
Tak serapuh bangunan pada masa Jepang dan Belanda
Tak rawan patah laiknya kegalauan hidup atas nama cinta
Memang tersusun sedikit runyam,
Namun tak serunyam masa depan seorang remaja yang tak tau aturan
Halah, memangnya sastrawan dalam berpuisi memiliki aturan?
Ini bukan soal sastrawan dan karyanya,
Tetapi soal tulang belulang
Tak lepas kiasan tulang belulang apapun itu
Tulang punggung keluarga,
Atau tulang rusuk sebagai pelengkap hidup layaknya yang tercantum di sebuah ayat dalam kitab suci atau falsafah cinta
Maksudnya, wanita kah?
Salah seorang cendekiawan negeri pun menunjukkan nakalnya, bahwa
‘wanita ibarat tulang rusuk, itu penyebab wanita terasa enak, seperti yang kalian pernah rasakan, bahwa sop iga itu enak’

Ba’da Subuh di LP Cipinang, Mei 2013

DERITAKU

Deritaku menjerit dalam kalbu

Menyusup sukmaku mengaduh
Beriak-riak dalam gelas tertutup
Tak sampai akhir pecah bertumpah

Deritaku ialah urat kehidupan
Berbagai nyawa pun berharap
Tak terkecuali Dia yang menjadikan
Namun khilafku lepas tak bertuan
Oh deritaku nyata kuungkapkan
Sebelum masa lelah telah habis
Berharap setitik senyum mentari
Segala hanya secercah harapan
Deritaku buat langitmu membiru
Berbias pada senyum merekah
Berhambur bagai salju-salju berjatuhan
Dan meleleh tangisan airmata
Deritaku bagai akar-akaran
Menancap kuat dalam pekatnya tanah
Berserabut, bercabang, dan berkesinambungan
Akar itu lama hingga sakit bernanah

Kini, deritaku berakhirlah sudah…

Otista, 07/02/13



picture from Google

SENJA YANG LIRIH


Ku tersedu
Ingin mengadu
Hati ini terbelenggu
Pada siapa kumengadu
Akankah hati ini menerima
Jika dirimu saja sudah tak sudi menerima
Hati ini terluka, ibarat rapuh karena tua
Biarlah semua kurasa pedih
Meski diri tak miliki kekuatan lebih
Melihat kotor aku harus berkata bersih
Tak tulus, inilah senjaku yang lirih
Otista, 29/12/12



Picture from Google

AKU INGIN BERSEMBUNYI

Aku ingin bersembunyi karna aku tersakiti

Aku ingin bersembunyi di sela jari-jari orang yang menyakiti
Aku ingin bersembunyi, namun aku malah tersakiti
Aku ingin bersembunyi dengan cara meratapi diri
Aku ingin bersembunyi di balik hati yang terlukai
Aku ingin bersembunyi tapi apakah bisa mengerti
Aku ingin bersembunyi, nyatanya semakin terdzholimi
Aku ingin bersembunyi dari raga yang telah mati
Aku ingin bersembunyi untuk yang kesekian kali
Aku ingin bersembunyi dengan caraku sendiri
Meski aku bersembunyi, kau tetap tak perduli

Jakarta, November 2012

Aku Rindu Oh Sahabatku

aku, bukanlah siapa-siapa tanpamu
aku, hanyalah manusia biasa yang terasa luar biasa karenamu
ingatkah ikrar kita tuk merajut asa, cita
yakni sarjana bersama-sama..
masih ingkatkah kisahku kala itu,
aku adalah seonggok daging tak bermutu
tergeletak pasrah di atas dipan pesakitan
merengek haru dalam dekapan penyakit yang mematikan
mencari warasyang tak kunjung datang
lantas, semua itu kudapatkan atas jasa-jasamu sahabatku
kini, aku hanya ingin mengejar cintaku
namun, mengapa kau begitu berat terima itu
kau gunjing aku di sana dan di sini,
kau nikmati infotainment tentangku laiknya di tivi
entah sampai kapan? mungkin sampai aku mati!
tingkahmu itu membuatku terasa gerah
pernahkah kau menatapku marah, berulang-ulang sudah
aku diam, gundah, gelisah, lemah lunglai menahan amarah
menatap kosong dan mengharap senyum dari wajahmu
sungguh! sungguh aku mengharap senyum-mu yang sudah-sudah
ke mana segala asa kita yang sempat terencana indah
jiwaku, ragaku, menginginkan semua itu kembali indah
oh Tuhan! Sang Pencipta Keindahan!
aku rindu, oh sahabatku
Jakarta, Juni 2012

Dimana Ceritaku

kembalikan semua ceritaku

aku ingin menikmatinya dengan sungguh
aku menciptanya dengan peluh
peluh yang sungguh-sungguh
dan sungguh-sungguh peluh
tahukah tentang ceritaku ini
yang slalu menintakan masa lalu
masa-masa kita bertemu
merajut kasih, merangkai kisah
menyemai bibit-bibit anti gelisah
tiap helaan napasku bermasalah,
ceritaku mengurainya dengan indah
meski dengan bumbu-bumbu gundah
namun ia tertulis begitu ramah
kini, kubutuh ceritaku
ingin kukembali ke peraduannya
jadikannya layak di posisi jaya
aku hanyalah aku, pencipta ceritaku
kau hanyalah kau, pembaca ceritaku
jikalau kau pernah membaca ceritaku, berarti kini kau meminjamnya
apa kau pernah mengembalikannya ke dalam buku kumpulan ceritaku
kau hanya membacanya, lantas memasukkannya ke dalam kepala,
selanjutnya hanya kau dan Tuhanmu yang tahu
bagaimana dengan ceritaku
di mana dia sekarang
kuingin memeluknya, memeluknya dengan bangga
oh kisahku oh imajinasiku, di mana ceritaku

Jakarta, September 2012

Karena Merindu

Raga itu menunggumu…

Di bawah temaram pijar ia mendendangkanmu
Ingin rasanya meretas segala resah tanpamu, hapuskan semacam kehidupan semu
Tebarkan semua kasih sayang, dari kisah sayang tanpa kepedihan
Rintihnya hendak binasakan segala asa yang telah pudar
Memudar perlahan, diam, memudar lagi, sampai terasa akan hilang
Jangan biarkan jemarinya lusuh, menunggu sapaan hangat dari hatimu yang utuh
Tanpa berbagi pada mereka yang telah lebih dulu dapatkan itu
Sekiranya ia dapat menggapaimu, bukan hal mustahil ia gapai segala rasa yang kaumiliki
Bersama dengan rasanya, menyulam benang-benang asa hingga asmara
Akankah kau tahu itu. Relung jiwa yang terasa sepi akibat sendiri
Pernahkah kau resapi, seperti yang ia resapi kini
Ternyata aku tahu, aku tahu dari semua kenyataan hidupmu
Nyatanya rasa itu tak selalu indah seperti yang ia mau, hanya menjelma benalu
Tak pernahkah kau perdulikan rasanya, bahkan jelas enggan mengakuinya
Tak akan pernah kau mengerti, sebelum kau pun terjatuh mengaduh

Jakarta, September 2012

Picture from Google

Kamu dan Aku = Masa Lalu

Kamu, mengertilah aku
Di saat hati ini membutuhkanmu
Kamu bersikap tak acuh dan berpaling dariku
Di saat hati ini mulai memendam rasa
Kamu mengorek-ngoreknya hingga terluka
Maafkan aku…
Jangan pernah sentuh kehidupanku
Kini, aku cukup mengerti arti sebuah rasamu
Dan aku cukup tau apa maksudmu
Maafkan aku tlah menutup hatiku…
Kamu, adalah masa laluku
Dan aku adalah masa lalumu
Masa lalu sudah tentu berlalu
Dan aku, tak mau lagi bergejolak-
dengan jalan cinta yang penuh liku
Luka yang kau cipta sudah lebih dari menganga
Derai air mata kian habis tak bersisa
Apa yang masih kau harapkan dari semua itu?
Aku? Hanya menjadi mimpi burukmu
Aku tau kau kini begitu menyayangi
Namun maaf, semakin kau menyayangi-
aku semakin takkan perduli…
Masihkah kau ingat, di saat aku terlalu percaya diri-
mengungkapkan isi hati, dengan sinis kau katakan-
“jadi lelaki jangan menjual diri”
Memang benar,
Dahulu kita slalu bersama
Dahulu kita sering berbagi cerita
Dahulu kita sering bercanda, tertawa
Dahulu kita sering… dan sering…?!?
Ah itu dahulu…. apa kau paham kata ‘DAHULU’?
Biarkanlah aku berlalu darimu
Jangan tarik aku lagi ke dalam masa lalu
Lepaskan aku dari kehidupanmu
Karna ku tak ingin kau menjadi benalu-
dalam hidupku
Di Bawah Temaram Rembulan, 9 Juli 2012
Picture from Google

Dukaku, lukaku

Sakitku, nasibku
Sehatku, hilang disita alam
Tiada indah bila tidak dinikmati
Rasa pusing tak karuan
Serasa dunia bising tak terhindarkan

Jalinan teman hanya sebatas perkenalan, hanya sebatas kesenangan
Jalinan sahabat t’lah menjadi obat, membabat penyakit yang tak kalah hebat
Jiwa lemah meminta tolong, yang diminta mengapa bengong
Lalu jiwa itu mengaduh, tolong jangan ber-gaduh
Kini jiwa itu tahu diri, tahu apa yang harus dimengerti
Tak sembarang mengeluarkan nada, hindari pilu berakhir ber-dada

Untukmu yang menciptakan kesedihan, kekuatan dan kebahagiaan
Tiada kata yang terucap melainkan thanks to Allah…
Dan untukmu yang peduli atas kesedihan, atas kehinaan dan atas kesengsaraan
Tak ada yang mampu kuucapkan kecuali thanks to all…

Jakarta, Mei 2011