Category: Religi


Fikih Keharaman Rokok

(Mading ‘Dwi-Mingguan’ edisi ke-XVI, 15/11/2011)

Salam,

Saya masih bingung, beberapa ormas dan tokoh fikih pernah mengatakan haram pada rokok. Tapi sebagaian ulama, bahkan ada yang mengakatan makruh. Jadi mana yang benar? [su’eblampung]

Jawab :

“Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara syaitan dan syaitan itu adalah sangat ingkar kepada Tuhannya. “ (Qs Al Isra’ : 27 )

Tentang penjelasan ilmiah masalah ini sebenarnya sudah banyak diulas berbagai media massa dan buku-buku. Direktur Jenderal WHO, Dr. Margareth Chan, melaporkan bahwa epidemi tembakau telah membunuh 5,4 juta orang pertahun lantaran kanker paru dan penyakit jantung, serta penyakit lain yang diakibatkan oleh merokok. Itu berarti bahwa satu kematian di dunia akibat rokok untuk setiap 5,8 detik. Apabila tindakan pengendalian yang tepat tidak dilakukan, diperkirakan 8 juta orang akan mengalami kematian setiap tahun akibat rokok menjelang tahun 2030 M. Selama abad ke-20, 100 juta orang meninggal karena rokok dan selama abad ke-21 diestimasikan bahwa sekitar 1 milyar nyawa akan melayang akibat rokok.

Kematian balita di lingkungan orang tua merokok lebih tinggi dibandingkan dengan orang tua tidak merokok, baik di perkotaan maupun di pedesaan. Kematian balita dengan ayah perokok di perkotaan mencapai 8,1% dan di pedesaan mencapai 10,9%.Sementara kematian balita dengan ayah tidak merokok di perkotaan 6,6% dan di pedesaan 7,6%. Risiko kematian populasi balita dari keluarga perokok berkisar antara 14% di perkotaan dan 24% di pedesaan. Dengan kata lain, 1 dari 5 kematian balita terkait dengan perilaku merokok orang tua. Dari angka kematian balita 162 ribu pertahun, maka 32.400 kematian dikontribusi oleh perilaku merokok orangtua. (Fakta Tembakau Indonesia).

Survey selama tahun 1999-2003 pada lebih dari 175 ribu keluarga miskin perkotaan di Indonesia menunjukkan 3 dari 4 kepala keluarga (74%) adalah perokok aktif. Belanja mingguan untuk membeli rokok menempati peringkat tertinggi (22%), bahkan lebih besar dari pengeluaran makanan pokok yaitu beras (19%). Perilaku merokok kepala rumah tangga miskin berhubungan secara bermakna dengan gizi buruk pada balita. Belanja rokok bahka menggeser kebutuhan makanan bergizi yang esensial untuk tumbuh kembang balita.  (Fakta Tembakau di Indonesia)

Delapan Dalil

Para ulama berbeda pendapat tentang hukum rokok, karena belum ada nash yang secara jelas menerangkan tentang hukum rokok tersebut. Tetapi dari berbagai pendapat tersebut yang mendekati kebenaran adalah pendapat yang menyatakan bahwa rokok hukumnya haram secara mutlak, baik bagi anak kecil, wanita hamil, penderita penyakit yang berbahaya, begitu juga berlaku bagi orang dewasa yang sehat wal afiat, laki-laki maupun  perempuan.
Namun banyak dalil yang bisa dijadikan landasan keharaman rokok secara mutlak adalah sebagai berikut:

Dalil Pertama adalah firman Allah swt :
Dan janganlah kalian menjatuhkan diri kalian sendiri ke dalam kebinasaan.” (Qs : al-Baqarah:195).

Dalil Kedua adalah firman Allah swt :
Dan janganlah kalian membunuh diri kalian.” (QS an-Nisa’:29)

Dalil Ketiga adalah sabda Rasulullah saw  :
Tidak boleh menimbulkan bahaya dan tidak boleh menyebabkan bahaya bagi orang lain .“ ( HR Ibnu Majah, Hadist Shahih )

Dalil Keempat: Bahwa tujuan diturunkan Syariat Islam adalah untuk menjaga lima hal, yaitu  :
a.     Menjaga Agama
b.     Menjaga Jiwa
c.     Menjaga Akal
d.     Menjaga Harta
e.     Menjaga Kehormatan

Keempat dalil diatas menunjukkan keharaman rokok, karena rokok akan menyebabkan seseorang terjerumus dalam kebinasaan dan kematian. Begitu juga, rokok selain membahayakan perokok, maka dia akan membahayakan orang lain. Dengan demikian rokok bertentangan dengan tujuan Syariah Islam, karena akan membahayakan jiwa, akal dan harta.

Dalil Kelima adalah firman Allah swt :
“Dan menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan mengharamkan bagi mereka segala yang buruk.“ ( Qs Al A’raf : 157 )
Rokok termasuk dari Khobaits ( sesuatu yang buruk dan jelek ), karena rokok adalah  produk berbahaya dan adiktif, serta mengandung 4000 zat kimia, di mana 69 di antaranya adalah karsinogenik (pencetus kanker)

Dalil Keenam adalah firman Allah swt :
Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara syaitan dan syaitan itu adalah sangat ingkar kepada Tuhannya. “ ( Qs Al Isra’ : 27 )

Dalil Ketujuh adalah sabda Rasulullah saw :
Allah membenci untuk kalian tiga hal: “Orang yang menyampaikan setiap hal yang didengarnya, menyia-nyiakan harta dan banyak bertanya.“ ( HR Bukhari )

Adalah suatu fakta bahwa keluarga termiskin justru mempunyai prevalensi merokok lebih tinggi daripada kelompok pendapatan terkaya. Angka-angka SUSENAS 2006 mencatat bahwa pengeluaran keluarga termiskin untuk membeli rokok mencapai 11,9%, sementara keluarga terkaya pengeluaran rokoknya hanya 6,8%. Pengeluaran keluarga termiskin untuk rokok sebesar 11,9% itu menempati urutan kedua setelah pengeluaran untuk beras. Fakta ini memperlihatkan bahwa rokok pada keluarga miskin perokok menggeser kebutuhan makanan bergizi esensial bagi pertumbuhan balita.   (Konsumsi Rokok dan Balita Kurang Gizi )

Bagaimana dengan Nasib Petani Tembakau? Ketika para ulama telah menfatwakan keharaman rokok, maka, ada suara-suara sinis dengan mengatakan, fatwa telah mematikan petani tembakau. Nah, untuk ini ada dua landasan;

Pertama: Umat Islam harus yakin bahwa rizki di tangan Allah swt dan setiap jiwa sudah ditentukan rizkinya di Lauhul Mahfudh, dan ketentuan tersebut  diperbaharuhi lagi ketika manusia masih dalam kandungan ibu, sebagaimana sabda Rosulullah saw  :
“Sesungguhnya seseorang dari kamu dikumpulkan penciptaannya di dalam perut ibunya selama empat puluh hari. Setelah genap empat puluh hari kedua, terbentuklah  segumlah darah beku. Ketika genap empat puluh hari ketiga , berubahlah menjadi segumpal daging. Kemudian Allah mengutus malaikat   untuk meniupkan roh, serta memerintahkan untuk menulis empat perkara, yaitu penentuan rizki, waktu kematian, amal, serta nasibnya, baik yang celaka, maupun yang bahagia.“ (Bukhari dan Muslim )

Kedua: Takut miskin karena meninggalkan rokok hukumnya sebagaimana seseorang yang membatasi anak, atau melakukan aborsi karena takut tidak bisa memberi makan kepada mereka. Allah swt berfirman :
Dan janganlah kamu membunuh anak-anak kamu karena kemiskinsan, Kami akan memberi rezki kepadamu dan kepada mereka.“ (Qs Al An’am : 151 )
Allah juga berfirman :
“Dan janganlah kamu membunuh anak-anakmu karena takut kemiskinan. Kamilah yang akan memberi rezki kepada mereka dan juga kepadamu.” ( Qs Al Isra’ : 31)

Ketiga: Keharaman rokok mestinya dijadikan kesempatan oleh para petani tembakau untuk beralih kepada komoditi lain yang bernilai lebih tinggi daripada tembakau untuk rokok, karena data – data  menunjukkan bahwa peningkatan produksi rokok selama periode 1961-2001 sebanyak 7 kali lipat tidak sebanding dengan perluasan lahan tanaman tembakau yang konstan bahkan cenderung menurun 0,8% tahun 2005.

Ini artinya pemenuhan kebutuhan daun tembakau dilakukan melalui impor. Selisih nilai ekspor daun tembakau dengan impornya selalu negatif sejak tahun 1993 hingga tahun 2005. (Fakta Tembakau di Indonesia )
Selama periode tahun 2001-2005, devisa terbuang untuk impor daun tembakau rata-rata US$ 35 juta. Bagi petani tembakau yang menurut Deptan tahun 2005 berjumlah 684.000 orang, pekerjaan ini tidak begitu menjanjikan karena beberapa faktor. Mereka umumnya memilih pertanian tembakau karena faktor turun-temurun.
Tidak ada petani tembakau yang murni; mereka mempunyai usaha lain atau menanam tanaman lain di luar musim tembakau. Mereka tidak memiliki posisi tawar yang kuat menyangkut harga tembakau. Kenaikan harga tembakau tiga tahun terakhir tidak membawa dampak berarti kepada petani tembakau karena kenaikan itu diiringi dengan kenaikan biaya produksi.
Upah buruh tani tembakau termasuk yang terendah, perbulan Rp.94.562, separuh upah petani tebu dan 30% dari rata-rata upah nasional sebesar Rp. 287.716,- perbulan pada tahun tersebut.
Oleh karena itu 2 dari 3 buruh tani tembakau menginginkan mencari pekerjaan lain, dan 64% petani pengelola menginginkan hal yang sama.
Siapakah yang paling diuntungkan dalam penjualan rokok di Indonesia?
Yang paling diuntungkan dalam penjualan rokok di Indonesia adalah para pemilik modal, yang dikuasai oleh orang-orang Yahudi. Perlu diketahui bahwa  pangsa pasar rokok di Indonesia didominasi 3 perusahaan besar: ( 2001-2009 ): Gudang Garam 32%, Djarum 25%, HM Sampoerna 19%.
Pada tahun 2005, Philip Morris membeli saham 97% Sampoerna, senilai 45 triliuan pada 2005 yang akhirnya telah menjadikan Sampoerna menduduki peringkat pertama mengalahkan Gudang Garam dan Djarum. Sehingga pada tahun 2009  urutan pangsa pasar rokok adalah Sampoena- Philip  Morris 29%, GudangGaram, 21.1%, dan Djarum 19,4 %.  Kemudian hal itu mendorong   BAT ( British American Tobacco ) membeli 85 % saham Bentoel senilai Rp 5 triliun pada Juni 2009. Dengan demikian 75% pangsa pasar dikuasai beberapa industri besar. Oligopoli ini menyebabkan industri rokok kecil bangkrut serta sangat melemahkan posisi petani tembakau

Ini berarti bahwa keuntungan rokok  bersih dari satu perusahaan rokok saja mencapai 34,7 triliyun yang membayar adalah rakyat miskin Indonesia dan uang sebanyak itu ditransfer ke Negara asalnya, sedangkan penyakit akibat rokok tetap tertinggal di Indonesia.  ( No T.C. Seri Lembaran Fakta, hal : 16) Wallahu A’lam,
Dr. Ahmad Zain An Najah, MA

Catatan: Masalah ini dipresentasikan pada Seminar Tentang “Rokok Halal atau Haram “ yang diadakan oleh Dewan Dakwah Islamiyah Kota Bogor bekerjasama dengan MUI Kota Bogor.

Sumber: http://hidayatullah.com/konsultasi/fiqih-kontemporer/56/1/fikih-keharaman-rokok.html

Hukum Takbiran

(Mading ‘Dwi-Mingguan’ edisi ke-XV, 1/11/2011)

Assalamu’alaikum.

Kak, saya mau nanya. Bagaimana hukum takbiran itu? Ada yang bilang bagus, tapi juga ada yang bilang bid’ah. Tolong dijelaskan karena saya jadi bingung mana yang benar.

Adib, siswa kelas VIII

SMP Al-Qalam Jakarta

Jawab:

Wa’alaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh,

Bertakbir membesarkan nama Allah adalah ibadah sunnah yang telah disepakati oleh para ulama, baik salaf maupun khalaf. Dalilnya adalah firman Allah SWT sendiri:

Bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan Al-Qur’an sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda. Karena itu, barangsiapa di antara kamu hadir di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu, dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan, maka, sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. Dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu membesarkan namaAllah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur. (QS. Al-Baqarah: 185)

Pada bagian akhir ayat ini yang berhuruf tebal merupakan dalil dari perintah untukbertakbir di penghujung akhir bulan Ramadhan atau di awal bulan Syawwal. Tidak ada satu pihak pun yang mengingkari adanya perintah untuk membesarka nama Allah ini.

Namun ketika berbicara di wilayah bentuk teknis implementasi perintah ini, barulah para ulama berbeda pendapat. Perbedaan itu mulai dari masalah waktu start untuk bertakbir, kapan dimulai dan kapan selesai? Apakah sejak terbenam matahari di hari akhir Ramadhan ataukah setelah shalat shubuh di hari Idul fithr?

Juga mereka berbeda pendapat tentang teknis takbirannya, apakah sendiri-sendiri atau berjamaah? Dan kalau berjamaah, apakah bersahut-sahutan ataukah masing-masing bertakbir sendiri-sendiri? Apakah di dalam masjid, di rumah masing-masing ataukah keliling kampung, keliling kota naik truk?

Semua itu jelas-jelas tidak ada keterangannya dari Rasulullah SAW. Sehingga tidak ada satu pihak pun yang bisa mengklaim bahwa tata cara takbiran yang dilakukannya adalah yang paling sesuai dengan sabda nabi SAW. Semua hanya perkiraan saja, tidak lebih dari sekedar sebuah ijtihad yang bersifat sangat manusiawi.

Sehingga masalah ini tidak akan sampai membuat umat Islam menjadi saling mengejek, mencaci dan menganggap saudaranya sebagai pelaku bid’ah dan sesat.

Wallahu a’lam bishshawab, wassalamu ‘alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Ahmad Sarwat, Lc                                                                                                   

Sumber jawaban: http://www.ustsarwat.com/search.php?id=1192275651

(Mading ‘Dwi-Mingguan’ edisi ke-XV, 15/10/2011)

Allah selalu menyatakan di dalam al-Qur’an bahwasanya orang-orang yang beriman akan masuk surga. Apakah orang Yahudi dan Nasrani tidak akan masuk surga?

Hamba Allah di SMP Al-Qalam

Jawab:

Assalamu ‘alaikum Wr. Wb.

Bismillahirrahmanirrahim.
Alhamdulillah, washshalatu wassalamu ‘ala Rasulillah, Waba’du.

Apa yang Anda tanyakan sebenarnya sudah lebih dahulu dijawab oleh Rasulullah SAW sejak 15 abad yang lalu. Saat itu, Nabi terakhir yang diutus untuk umat manusia bersabda bahwa setiap anak manusia (Adam) dilahirkan dalam keadaan fithrah (muslim). Lalu ayah dan ibunya akan menjadikannya beragama Majusi, Yahudi atau Nasrani.

Maka bila ada bayi dari pasangan non muslim meninggal, dia mati di sisi Allah SWT sebagai muslim dan masuk surga. Sebab bayi itu memang tidak punya dosa apa-apa. Dia masih dianggap belum cukup mampu untuk memilih agama. Meski pun mungkin secara zahirnya di dunia ini diperlakukan sebagai non muslim. Namun di sisi Allah, mereka adalah hamba-hamba Allah SWT yang tunduk dan taat.

Apalagi sejak belum menjadi janin, setiap bayi manusia sudah bersyahadat menyatakan bahwa Allah SWT adalah Tuhan Pencipta. Baik bayi itu ada di perut ibu yang muslimah atau pun yang berada di perut ibu yang kafir, atheis atau zindiq.

Tapi bila bayi itu hidup hingga mencapai usia akil baligh, maka sudah dianggap bisa berpikir dan menentukan jalan hidupnya sendiri. Baru sejak akil baligh itulah dia tercatat di sisi Allah sebagai hamba yang harus mempertanggung-jawabkan perbuatannya. Bila dia mengikuti agama kafir yang dipeluk ayah ibunya, maka dia dianggap sebagai non muslim yang sudah pasti 100% masuk neraka. Dan saat itu si anak sudah tidak bisa protes bahwa dia ditakdirkan lahir dari pasangan orang tua yang kafir. Sebab dia dianggap sudah bisa mengerti dan membedakan mana yang baik dan mana yang buruk. Dia sudah bisa berkomunikasi dan mendapatkan informasi tentang Islam sebagai agama yang paling benar.

Apalagi saat ini dunia informasi sudah sedemikian maju. Kalau seorang jutaan anak kecil di bawah umur saat ini bisa mengakses situs porno di internet, maka tidak ada alasan lagi bagi mereka untuk tidak bisa mengakses informasi tentang keberadaan agama Islam. Sebab di internet tersedia ribuan informasi tentang Islam dengan gratis.

Wallahu a’lam bishshawab.

Wassalamu ‘alaikum Wr. Wb.

Ahmad Sarwat, Lc.

eramuslim

Sumber: http: //pgriciampea-smp.site90.net/BungaRampai/8/aqidah/apa2. html.

(Mading ‘Dwi-Mingguan’ edisi ke-XIV, 1/10/2011)

Assalamu’alaikum.
Kakak redaksi, saya ingin bertanya. Bagaimana cara sholat istikharah yang benar dan kapan waktu yang pas untuk melakukan sholat istikharah? Saya sudah melakukannya, tapi belum mendapatkan jawaban/hasil dari shalat istikharah itu sendiri.

Hamba Allah di SMP Al-Qalam

Jawab:

Shalat istikharah secara teknis tidak terlalu jauh berbeda dengan shalat sunnah lainnya. Jumlahnya 2 rakaat dan umumnya dilakukan pada malam hari seperti qiyamullail. Meskipun tetap boleh juga dilakukan kapan saja.Wa’alaikumsalam warohmatullah.

As-Sayyid Sabiq dalam Fiqhus-Sunnah mengatakan bahwa tidak ada ketentuan yang kuat tentang surat atau ayat apa yang secara khusus harus dibaca pada 2 rakaat istikharah itu. Juga tidak ada anjuran untuk mengulang-ulang ayat tertentu dalam suatu rakaat. Sedangkan doa mohon petunjuk itu sendiri dilakukan setelah shalat.

Di antara bacaan yang dianjurkan dibaca sebagaimana yang telah diajarkan oleh Rasulullah SAW adalah lafaz berikut ini:

Allahumma Astakhiiruka bi ‘ilmika Wa Astaqdiruka biqudratika. Allahumma inkunta ta’lamu anna hazal amra khirun li fi diini wa ma’asyi wa ‘aqibatu amri, faqdirhu li wa yassirhu li tsumma baarik li fihi. Wa Inkunta ta’lamu anna hazal amra syarran li fi diini wa ma’asyi wa ‘aqibatu amri, fashrifhu ‘anni wa washrifni ‘anhu Waqdir liya khaira haitsu kaana. Tsummardhini bihi.

Maknanya adalah:
“Ya Allah, aku memohon petunjuk kebaikan kepada-Mu dengan ilmu-Mu. Aku memohon kekuatan dengan kekuatan-Mu. Ya Allah, seandainya Engkau tahu bahwa masalah ini baik untukku dalam agamaku, kehidupanku dan jalan hidupku, jadikanlah untukku dan mudahkanlah bagi dan berkahilah aku di dalam masalah ini.

Namun jika Engkau tahu bahwa masalah ini buruk untukku, agamakku dan jalan hidupkku, jauhkan aku darinya dan jauhkan masalah itu dari ku. Tetapkanlah bagiku kebaikan dimana pun kebaikan itu berada dan ridhailah aku dengan kebaikan itu.”

Teks doa ini bersumber dari hadits Jabir r.a. yang diriwayatkan oleh Al-Bukhari dalam kitab Shahihnya. Setelah itu silahkan sebutkan hajat yang memang dibutuhkan.

Namun yang harus dicatat bahwa materi yang dimohonkan petunjuk dari Allah SWT itu memang halal serta sama-sama punya alasan yang cukup realistis, baik secara syariah maupun secara keduniaan. Artinya analisa manusia harus sudah berjalan terlebih dahulu sebelumnya. Barulah bila memang sudah mentok dan di luar kemampuan perhitungan manusiawi, minta petunjuk kepada Allah SWT dengan shalat istikharah.

Maka tidak boleh shalat istikharah untuk memilih pacar sekedar untuk dikencani semata, sebab pacaran yang seperti itu haram hukumnya. Kecuali memilih calon pasangan hidup yang semua proses menuju ke pernikahannya tidak melanggar aturan syariah. Juga tidak ada istikharah bila pilihannya apakah harus korupsi atau tidak.

Bila belum ada petunjuk apa-apa setelah shalat istikharah, jangan langsung putus asa. Sebab kita berhadapan dengan Tuhan Yang Maha Agung. Kita tidak boleh sok mengatur-Nya. Barangkalil saja memang kita diminta untuk terus memohon petunjuk-Nya, bahkan mungkin diminta untuk meningkatkan iman serta mendekatkan diri kepada-Nya. Bukankah dahulu Nabi Zakaria terus menerus berdoa kepada-Nya hingga tua renta dan beruban? Namun doanya baru dikabulkan setelah beliau gaek.

Ia (Nabi Zakaria) berkata, “Ya Tuhanku, sesungguhnya tulangku telah lemah dan kepalaku telah ditumbuhi uban, dan aku belum pernah kecewa dalam berdo’a kepada Engkau, ya Tuhanku.” (QS Maryam: 4).

Kalau doa seorang nabi baru dikabulkan oleh Allah SWT selama itu, bagaimana dengan kita yang hanya manusia biasa penuh dengan dosa-dosa? Padahal seorang nabi tidak punya dosa karena mereka adalah makshum atau telah diampuni doanya. Tentu tidak wajar bila kita menuntut ini dan itu kepada Allah Yang Maha Perkasa. Namun kita pun tidak boleh putus asa atas doa dan permohonan kita, sebab Tuhan Yang Maha Perkasa itu pun sudah menetapkan bahwa orang yang meminta kepada-Nya pasti akan diijabah.

Dan Tuhanmu berfirman, “Berdo’alah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari menyembah-Ku akan masuk neraka Jahannam dalam keadaan hina dina”. (QS Al-Mu’min: 60)
Ahmad Sarwat, Lc.
eramuslim
 

Sumber jawaban:  http://pgriciampea-smp.site90.net/BungaRampai/8/ibadah/cara.html

(Mading ‘Dwi-Mingguan’ edisi ke-XIII, 15/8/2011)

Assalamu’alaikum.

Kakak Redaksi, bagaimana kalau ada orang yang puasa, tapi jenis kelaminnya tidak jelas. Kadang kalau siang panggilannya Amin, sedangkan kalau malam panggilannya berubah jadi Aminah. Dalam agama islam, bagaimana sih hukum puasa orang yang bencong [waria] itu?

Wassalamu’alaikum.

Pandu Winoto, siswa kelas IX asal Brebes

Dik Pandu yang cerdik, terimakasih atas pertanyaanmu yang cukup unik. 🙂

Rasulullah s.a.w. pernah menghitung orang-orang yang dilaknat di dunia ini dan disambutnya juga oleh Malaikat, di antaranya ialah laki-laki yang memang oleh Allah dijadikan betul-betul laki-laki, tetapi dia menjadikan dirinya sebagai perempuan dan menyerupai perempuan. Dan yang kedua, yaitu perempuan yang memang dicipta oleh Allah sebagai perempuan, tetapi kemudian dia menjadikan dirinya sebagai laki-laki dan menyerupai orang laki-laki (Hadis Riwayat Thabarani).

Perilaku ini disebut dengan istilah TAKHANNUTS, yaitu berlagak atau berpura-pura jadi khuntsa (orang yang memiliki dua jenis kelamin), padahal dari segi pisik dia punya organ kelamin yang jelas. Sehingga sama sekali tidak ada masalah dalam dalam penentuan jenis kelaminnya.

Memang ada sebagian mereka yang melakukan operasi kelamin, tapi operasi itu sifatnya cuma aksosris belaka dan tidak bisa berfungsi normal. Karena itu operasi tidak membuatnya berganti kelamin dalam kacamata syariat. Sehingga status tetap laki-laki meski suara, bentuk tubuh, kulit dan seterusnya mirip wanita.

Rasulullah s.a.w. pernah mengumumkan, bahwa perempuan dilarang memakai pakaian laki-laki dan laki-laki dilarang memakai pakaian perempuan. Di samping itu beliau melaknat laki-laki yang menyerupai perempuan dan perempuan yang menyerupai laki-laki. Termasuk diantaranya, ialah tentang bicaranya, geraknya, cara berjalannya, pakaiannya, dan sebagainya.

Sejahat-jahat bencana yang akan mengancam kehidupan manusia dan masyarakat, ialah karena sikap yang abnormal dan menentang tabiat. Sedang tabiat ada dua: tabiat laki-laki dan tabiat perempuan. Masing-masing mempunyai keistimewaan tersendiri. Maka jika ada laki-laki yang berlagak seperti perempuan dan perempuan bergaya seperti laki-laki, maka ini berarti suatu sikap yang tidak normal dan meluncur ke bawah.

Justeru itu pulalah, maka Rasulullah s.a.w. melarang laki-laki memakai pakaian yang dicelup dengan ‘ashfar (zat warna berwarna kuning yang biasa dipakai untuk mencelup pakaian-pakaian wanita di zaman itu).

Ali r.a. mengatakan: “Rasulullah s. a. w. pernah melarang aku memakai cincin emas dan pakaian sutera dan pakaian yang dicelup dengan ‘ashfar”
(Hadis Riwayat Thabarani)

Ibnu Umar pun pernah meriwayatkan: “Bahwa Rasulullah s.a.w. pernah melihat aku memakai dua pakaian yang dicelup dengan ‘ashfar, maka sabda Nabi: ‘Ini adalah pakaian orang-orang kafir, oleh karena itu jangan kamu pakai dia.’

 

Khuntsa

Di antara sekian banyak fenomena di dunia ini, ada sedikit kasus di mana seseorang memiliki kelamin ganda. Artinya dia memilki kelamin laki-laki dan kelamin wanita sekaligus.

Dalam masalah ini, Islam sejak awal dahulu telah memiliki sikap tersendiri berkaitan dengan status jenis kelamin orang ini. Sederhana saja, bila alat kelamin salah satu jenis itu lebih dominan, maka dia ditetapkan sebagai jenis kelamin tersebut. Artinya, bila organ kelamin laki-lakinya lebih dominan baik dari segi bentuk , ukuran, fungsi dan sebagainya, maka orang ini meski punya alat kelamin wanita, tetap dinyatakan sebagai pria. Dan sebagai pria, berlaku padanya hukum-hukum sebagai pria. Antara lain mengenai batas aurat, mahram, nikah, wali, warisan dan seterusnya.

Dan sebaliknya, bila organ kelamin wanita yang lebih dominan, maka jelas dia adalah wanita, meski memiliki alat kelamin laki-laki. Dan pada dirinya berlaku hukum-hukum syariat sebagai wanita.

Namun ada juga yang dari segi dominasinya berimbang, yang dalam literatur fiqih disebut dengan istilah “Khuntsa Musykil”. Namanya saja sudah musykil, tentu merepotkan, karena kedua alat kelamin itu berfungsi sama baiknya dan sama dominannya. Untuk kasus ini, dikembalikan kepada para ulama untuk melakukan penelitian lebih mendalam untuk menentuakan status kelaminnya. Namun kasus ini hampir tidak pernah ada. Bahkan khuntsa ghairu musykil pun hampir tidak pernah didapat.

Waria: Laki-laki

Bila kita perhatikan, maka waria itu umumnya adalah laki-laki. Maka mereka punya kewajiban seperti laki-laki dalam agama Islam, seperti wajib shalat Jumat, mencari nafkah, menikahi wanita, disunat, tidak boleh bercampur baur dengan wanita dan seterusnya.

Waria harus tobat dari perilakunya yang dilarang Allah SWT. Dan bersama dengan itu, dia pun harus berpuasa Ramadhan sebulan penuh. Bahkan tidak ada haidh buat mereka karena secara sistem tubuh dia adalah laki-laki. Berperilaku sebagai waria tidak menggugurkan kewajiban puasa Ramadhan. Bahkan bila dia meninggalkannya dengan sengaja, maka dia berdosa dan wajib menggantinya di hari lain.

Apakah pahala puasanya akan diterimanya?

Semua itu kembali kepada Allah SWT, sebab segala urusan ibadah puasa itu kembali kepada Allah SWT, Dia -lah yang akan menentukan apakah pahala puasa seseorang akan diterima atau ditolak. Yang jelas buat manusia, kewajiban berpuasa itu tetap ada dan harus dikerjakan.

(Eramuslim)

Wassalam

Sumber jawaban: http://www.pakdenono.com

 

(Mading ‘Dwi-Mingguan’ edisi ke-XII, 15/7/2011)

Assalamu’alaikum…

Halo redaksi mading, saya mau tanya. Kenapa kita shalat harus menghadap ka’bah. Sedangkan kita shalat dilarang menghadap patung. Padahal ka’bah dan patung sama-sama terbuat dari batu. Terimakasih atas jawabannya.

Wassalamu’alaikum…

Fauzan, siswa kelas IX asal Sumatera Utara

Saudara Fauzan yang kami hormati. Sejak dahulu sebelum Rasulullah SAW dilahirkan, sudah ada berhala (patung dari batu) yang jumlahnya mencapi 360 buah di sekeliling ka’bah. Namun tak satu pun dari orang Arab di masa jahiliyahnya yang menyembah ka’bah. Mereka hanya menyembah berhala yang terbuat dari batu yang mereka bawa dari bermacam pengaruh budaya paganisme di negeri sekitarnya seperti Romawi, Persia, Habasyah, Mesir dan lainnya.

Tapi tidak pernah kita dapati dalam kepercayaan jahiliyah di masa itu bahwa mereka menyembah ka’bah. Dan orientalis yang menuduh orang Arab pra-Islam sebagai penyembah ka’bah, berarti ilmunya masih dangkal.

Kalau orang arab jahiliyah yang penyembah berhala saja tidak menyembah ka’bah, bagaimana mungkin Rasulullah SAW mengajarkan untuk menyembah ka’bah ? Padahal pertentangan utama antara Rasulullah SAW dan pemuka musyrikin Mekkah itu adalah pada masalah tidak mau menyembah kecuali kepada Allah SWT . Bagaimana mungkin Rasulullah SAW memerintahkan ummatnya untuk menyembah ka’bah?

Karena semua orang termasuk arab jahiliyah yang kerjanya menyembah patung tahu bahwa ka’bah itu bukan tuhan, juga bukan perantara untuk menyampaikan dosa kepada tuhan. Tetapi ka’bah adalah rumah ibadah, dimana pusat ibadah itu adanya di ka’bah. Setiap tahun orang-orang Arab telah mengunjungi ka’bah untuk melakukan manasik ibadah mereka. Bukan untuk menyembah ka’bah tetapi sebagai pusat ibadah.

Dimasa Rasulullah SAW diangkat menjadi nabi, disyariatkanlah ibadah shalat dengan ketentuan harus menghadap ke arah ka’bah. Dan hal itu bukanlah menyembah ka’bah. Keduanya adalah hal yang jauh berbeda.

Sungguh Kami melihat mukamu menengadah ke langit , maka sungguh Kami akan memalingkan kamu ke kiblat yang kamu sukai. Palingkanlah mukamu ke arah Masjidil Haram. Dan dimana saja kamu berada, palingkanlah mukamu ke arahnya. Dan sesungguhnya orang-orang yang diberi Al Kitab memang mengetahui, bahwa berpaling ke Masjidil Haram itu adalah benar dari Tuhannya; dan Allah sekali-kali tidak lengah dari apa yang mereka kerjakan.(QS.Al-Baqarah : 144)

Dan dari mana saja kamu keluar , maka palingkanlah wajahmu ke arah Masjidil Haram, sesungguhnya ketentuan itu benar-benar sesuatu yang hak dari Tuhanmu. Dan Allah sekali-kali tidak lengah dari apa yang kamu kerjakan. .(QS.Al-Baqarah : 149)

Dan dari mana saja kamu , maka palingkanlah wajahmu ke arah Masjidil Haram. Dan dimana saja kamu berada, maka palingkanlah wajahmu ke arahnya, agar tidak ada hujjah bagi manusia atas kamu, kecuali orang-orang yang zalim diantara mereka. Maka janganlah kamu takut kepada mereka dan takutlah kepada-Ku . Dan agar Ku-sempurnakan ni’mat-Ku atasmu, dan supaya kamu mendapat petunjuk.(QS.Al-Baqarah : 150)

Sumber: http://www.pakdenono.com

(Mading Dwi-Mingguan edisi ke-XI, 1/6/2011)

Assalamu’alaikum. Saya mau nanya, bagaimana hukumya sholat Jumat di sekolah? Apakah sah Jumatannya? Sedangkan murid serta guru tersebut tidak tinggal di lokasi sekolah. Terimakasih.

Ahmad Zulfikar, siswa kelas VIII

Jawab:

Jumat adalah salah satu hari istimewa Islam, memiliki segudang rahasia samawi yang tidak terjangkau oleh akal kita. Tonggak agama yang mengakar pada ritual shalat fardlu menjadi lebih sarat akan makna, ketika waktu ini menjadi hari istimewa dengan perintah menjalankan syiar shalat Jumat ditengah umat. Melalui sebuah ayat dari surat al Jumuah ayat 9, Allah menyampaikan perintah:

“Hai orang-orang yang beriman, apabila diseru untuk menunaikan shalat pada hari Jumat, maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli. Yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.”

Shalat Jumat sebagai sebuah rutinitas ritual, menjadi penopang syiar yang efektif dalam membentuk sebuah tradisi jama’i, yaitu kenginan untuk berpegang pada tali Allah dalam rangka berjuang mengangkat panji-panji Islam.

Shalat Jumat ini dibebankan secara wajib (taklif) bagi mereka yang masuk katagori laki-laki, baligh, berakal, merdeka, bertempat tinggal dengan tanpa ada udzur syar’i (alasan dispensasi syariat). Taklif ini menurut madzhab Syafi’i, madzhab yang dianut mayoritas umat Islam Indonesia, adalah fardlu ain/kewajiban individu. Secara konkrit, perintah ayat “fa’au ilaa dzikr alLah” (maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allah) jelas menunjukkan kewajiban. Artinya, karena tujuan dari bersegera dalam ayat itu diperintahkan sebagai kewajiban, tujuannyapun tentu menjadi wajib. Artinya karena tujuan dari bergegas adalah shalat Jumat, berarti shalat Jumat juga menjadi wajib.

Beberapa syarat lain yang harus dipenuhi sebagai syarat sah dalam shalat Jumat mencakup empat hal :

  • Dilakukan secara total di waktu dzuhur.
  • Tempat pelaksanaan harus pada batas territorial sebuah pemukiman yang terdiri dari bangunan perumahan, baik berupa balad (di masa sekarang kira-kira seluas desa) atau hanya sebatas qaryah(kira-kira seluas dusun).
  • Tidak didahului maupun bersamaan dengan shalat Jumat yang lain dalam satu wilayah (balad ataupun qaryah). Hal ini selama tidak ada faktor yang memperkenankan shalat Jumat di beberapa lokasi.
  • Dilakukan berjamaah oleh mereka yang berstatus penduduk tetap (mustauthin) dengan jumlah minimal 40 orang.

Para ulama madzhab menyepakati adanya jamaah sebagai syarat sah di dalam shalat Jumat. Kesepakatan ulama yang mensyaratkan 40 orang sebagai batas minimal jumlah jamaah yang mengikuti shalat.

Berakar dari praktek Nabi dalam melakukan shalat Jumat dengan selalu berjamaah, serta lokasi yang digunakan pasti di dalam kota dan menetap pada satu masjid, muncullah beragam pemahaman, apakah hal itu harus diadopsi secara tekstual dan menyeluruh atau kisi-kisi maknawinya saja yang perlu diterjemahkan. Hal ini berdampak pada tata hukum baku, tentang diperkenankannya shalat Jumat lebih dari satu tempat. Versi yang mendasarkan pada realita di jaman Nabi, tegas mengatakan tidak boleh karena yang dilakukan Nabi bersifat dogmatif dan harus diadopsi secara total. Versi ini merupakan pendapat Madzhab Syafii yang dianut oleh mayoritas penduduk Indonesia.

Poin permasalahan penyelenggaraan Jumat di sekolah adalah sebagai berikut:

Posisi sekolah yang berada disuatu wilayah desa yang sudah ada masjidnya.

Keberadaan sekolah yang berada disuatu wilayah desa yang sudah ada masjid yang menyelenggarakan shalat Jumat, menimbulkan taadud al Jumat (banyaknya penyelenggaraan Jumat) dalam satu wilayah.

Hasil penelitian para ahli sejarah menunjukkan bahwa sepanjang masa kenabian Rasulullah SAW dan kepemimpinan Khulafa’ al Rasyidin, pelaksanaan ibadah Jumat tidak pernah dilaksanakan kecuali di dalam Masjid Jami (satu lokasi). Dalam perjalanan kepemimpinan mereka, tidak pernah ada perilaku yang menyalahkan atau menyetujui gagasan Jumat lebih dari satu dalam sebuah kawasan (desa atau dusun). Dari sinilah kemudian muncul pemahaman berbeda; apakah hal ini merupakan ajaran fi’li (praktek) yang bersifat dogmatis dan harus diadopsi secara total ataukah cukup dipahami makna yang tersirat dimana saat itu keadaannya sangat kondusif).

Mayoritas ulama Syafii berpendapat bahwa hal ini bersifat dogmatis, sehingga dalam satu desa seharusnya hanya ada satu Jumat, kecuali ada alasan tertentu yang dapat diterima syariat. Alasan utama yang biasanya digunakan sebagai dasar pembolehan pendirian Jumat lebih dari satu dalam sebuah wilayah adalah mashaqqah (tingkat kesulitan tertentu). Seperti terjadinya konflik yang menimbulkan usral ijtima’ (sulitnya dikumpulkan) atau faktor kesulitan yang terdapat dalam jauhnya jarak tempuh menuju masjid. Meski keduanya memiliki tingkat kesulitan yang berbeda, tetapi masih layak untuk dijadikan alasan bolehnya taadud al Jumat karena keduanya masih termasuk dalam tataran mashaqqah la tuhtamal ‘adatan (tingkat kesulitan diluar batas kemampuan). Sulitnya memperluas masjid karena lahan masjid berada diperkampungan yang padat, atau semakin banyaknya jumlah penduduk, juga disebut sebagai salah satu factor pembolehan terjadinya taadudul Jumat.

Keharusan Jumat dilaksanakan dan dihadiri oleh minimal 40 orang penduduk tetap.

Hampir seluruh kitab fiqh menjelaskan bahwa syarat minimal mendirikan Jumat adalah harus dihadiri oleh minimal 40 orang penduduk desa/dusun. Yang dimaksud penduduk ini, bukan orang yang kost atau menetap sementara didesa itu, atau orang diluar desa yang masuk pada desa itu.

Kesimpulan

Dari beberapa paparan diatas, maka Jumat yang didirikan di sekolahan (SMP atau SMA) yang tidak melibatkan penduduk setempat sebanyak 40 orang dan jarak tempuh dengan masjid lain yang mendirikan Jumat kurang dari 1.6 km, maka Jumatnya tidak sah. Untuk jarak kurang dari 1.6 km dapat pula menjadi sah bila ada kesulitan mengumpulkan dalam satu masjid sebagaimana penjelasan diatas. Shalat Jumat dengan alasan untuk mendidik dapat dibenarkan bila Jumat tersebut didirikan dilingkup Sekolah Dasar atau sebagian siswa SMP yang belum baligh, karena Jumat bagi mereka belum merupakan kewajiban. Sementara untuk sebagian siswa SMP yang sudah baligh dan siswa SMA maka tidak lagi dapat menggunakan alasan mendidik karena mereka sudah memiliki kewajiban, dan tidak pada porsi belajar lagi.

 

 

Referensi

Imam Taqiyyuddin ibn Abi Bakar,

tt, Kifayatul Akhyar, Surabaya, al Hidayah, halaman 145-147.

Qomaruzzaman (pengantar),

Drs. Moh. Rifai,

1987, Ushul Fiqh, Bandung, al Maarif, halaman 135.
Imam Taqiyyuddin ibn Abu Bakar,: Op. Cit, Halaman 147-148.
Penentuan jarak tempuh 1.6 km merupakan ijtihad jama’i dari keputusan
 KONBES NU di Lampung.

 

Sumber: http://pesantren.or.id.42303.masterweb.net/ppssnh.malang/cgi-bin/content.cgi/artikel/tanya_jawab/13-shalat_jumat_di_sekolah.single?seemore=y

 

(Mading Dwi-Mingguan edisi ke-10, 1/5/2011)

Assalamu’alaikum, Ustadz. Saya mau tanya, jika kita sedang shalat terkadang bapak/ibu memanggil kita. Mereka tidak tau kalau kita sedang shalat. Apa yang harus kita lakukan? Terimakasih.

Fajar Sidiq, siswa kelas VII

Jawab:

Saudara Sidiq yang kami hormati,

Menjawab panggilan mereka (orang tua) dengan jawaban yang lunak temasuk nilai bakti kepada kedua orang tua yang cukup besar adalah segera menyahut dan menyambut seruan mereka (orang tua) bahkan harus atas amal ibadah sunnah, Bagi seorang anak tidaklah pantas mengabaikan panggilan kedua orang tuanya karena itu adalah perbuatan yang tercela. Sebagaimana Syeikh Nawawi Al Bantani menerangkan dalam kitab tangkihul Qoul bahwa nabi  pernah bersabda  “Bila engkau sedang shalat sunnah lalu engkau dipanggil oleh ayahmu maka penuhilah Dan bila engkau dipanggil oleh ibumu maka penuhilah.”

Di zaman Rasulullah terdapat sebuah kisah ada seorang laki-laki bernama Alqomah. Ia seorang yang giat beribadah dan banyak bersedekah. Pada suatu hari ia sakit keras dan semakin parah sakitnya. Kemudian istrinya mengutus orang kepada nabi, kemudian Sang isteri berkata : “Ya Rasulallah  suamiku sedang menghadapi ajalnya, Aku ingin memberi tahu kepadamu tentang keadaanya.” Maka Nabi bersama sahabatnya menuju rumah Alqamah, Ketika nabi masuk rumah Alqamah nabi berkata, “Hai Alqamah bagaimana keadaanmu. Namun tidak ada jawaban, Nabi tahu bahwa ia akan binasa. Kemudian Nabi membacakan kalimat syahadat namun Alqamah tidak bicara.

Melihat hal demikian nabi bertanya kepada ibu Alqamah, kemudian ibunya menjawab, “Ya Rasulullah ia berpuasa, sedekah dan shalat ia melakukan semua kebaikan tetapi aku marah kepadanya karena melebihkan istrinya daripada ibunya. Setelah mendengar penuturan ibunya maka nabi berkata kepada salah seorang sahabatnya “pergilah dan kumpulkan kayu bakar supaya aku membakarnya dengan  api”.  Ibunya berkata “Ya Rasulullah  jangan lakukan itu kepada anakku dan buah hatiku.” Nabi berkata “Siksa Allah lebih keras. Sesunguhnya Allah swt tidak ridha kecuali dengan ridhamu. Dan Allah tidak menerima shalat puasa dan sedekahnya selama engkau marah kepadanya.”

Ibu Alqamah  berkata : “Ya Rasulullah  aku jadikan Allah dan engkau sebagai saksi bahwa aku telah ridha kepadanya Kemudian Rasulullah menghampiri Alqamah dengan kalimat syahadat, Alqamah lantas mati seketika.

Dari kisah di atas dapat disimpulkan bahwa sangatlah berat siksa bagi seorang anak yang akan meninggal dunia dikarenakan tidak memenuhi panggilan orang tuanya betapapun sholehnya anak tersebut.

Sumber: http://www.ahmadriskipangestu.co.cc/2011/04/menjawab-panggilan-orang-tua-ketika.html

(Mading Dwi-Mingguan edisi ke-9 15/04/2011)

Islam sebagai agama yang rahmatan lil a’lamin sejak dahulu sudah memiliki etika dan makan dan minum, untuk menyegarkan kembali mari kita lihat seperti apa adab makan dan minum dalam Islam sesungguhnya.

Adab sebelum makan

  1. Allah berfirman: “Wahai orang-orang yang beriman, makanlah di antara rizki yang baik-baik yang Kami berikan kepadamu”. (Al-Baqarah: 172). Yang baik disini artinya adalah yang halal.
  2. Hendaklah makan dan minum yang kamu lakukan diniatkan agar bisa dapat beribadah kepada Allah, agar kamu mendapat pahala dari makan dan minummu itu.
  3. Hendaknya mencuci tangan sebelum makan jika tangan kamu kotor. Hal ini menyangkut kebersihan seperti pepatah yang menyebutkan Kebersihan adalah sebagian dari iman.
  4. Dahulukan makan sebelum shalat jika anda telah lapar.  Rasulullah n bersabda: “Tidak sempurna shalat dengan datangnya makanan dan tidak pula jika seseorang menahan dua hadats” (HR. Muslim:560, Ahmad:23646, Abu Daud; 89)
  5. Mengambil secukupnya sehingga dapat di konsumsi habis, jangan tersisa sedikit pun, walau hanya berupa sebutir nasi yang menempel di jari tangan umpamanya, karena hal itu menjadi bentuk pemubaziran yang dilarang. Dari Jabir katanya, Rasulullah SAW menyuruh membersihkan sisa makanan yang di piring maupun yang di jari seraya bersabda: “Sesungguhnya kalian tiada mengetahui di bagian manakah makananmu yang mengandung berkah”.(HR. Muslim)
  6. Hendaknya kamu tidak memulai makan atau minum sedangkan di dalam majlis ada orang yang lebih berhak memulai, baik kerena ia lebih tua atau mempunyai kedudukan, karena hal tersebut bertentangan dengan etika.

Adab ketika sedang makan

  1. Hendaklah kamu puas dan rela dengan makanan dan minuman yang ada, dan jangan sekali-kali mencelanya. Abu Hurairah di dalam haditsnya menuturkan: “Rasulullah sama sekali tidak pernah mencela makanan. Apabila suka sesuatu ia makan dan jika tidak, maka ia tinggalkan”. (Muttafaq’alaih).
  2. Hendaknya jangan makan sambil bersandar atau dalam keadaan menyungkur. Rasulullah bersabda; “Aku tidak makan sedangkan aku menyandar”. (HR. al-Bukhari). Dan di dalam haditsnya, Ibnu Umar menuturkan: “Rasulullah telah melarang dua tempat makan, yaitu duduk di meja tempat minum khamar dan makan sambil menyungkur”. (HR. Abu Daud, dishahihkan oleh Al-Albani).
  3. Tidak makan dan minum dengan menggunakan bejana terbuat dari emas dan perak. Di dalam hadits Hudzaifah dinyatakan di antaranya bahwa Nabi telah bersabda: “… dan janganlah kamu minum dengan menggunakan bejana terbuat dari emas dan perak, dan jangan pula kamu makan dengan piring yang terbuat darinya, karena keduanya untuk mereka (orang kafir) di dunia dan untuk kita di akhirat kelak”. (Muttafaq’alaih). Bukan tanpa sebab Hadist tersebut, perlengkapan yang terbuat dari perak maupun emas terbukti tidak baik untuk kesehatan.
  4. Hendaknya memulai makanan dan minuman dengan membaca Bismillah, Rasulullah bersabda: “Apabila seorang diantara kamu makan, hendaklah menyebut nama Allah dan jika lupa menyebut nama Allah pada awalnya maka hendaknya mengatakan : Bismillahi awwalihi wa akhirihi”. (HR. Abu Daud dan dishahihkan oleh Al-Albani).
  5. Hendaknya makan dengan tangan kanan dan dimulai dari yang ada di depanmu. Rasulllah bersabda Kepada Umar bin Salamah: “Wahai anak, sebutlah nama Allah dan makanlah dengan tangan kananmu dan makanlah apa yang di depanmu. (Muttafaq’alaih).
  6. Tenang, perlahan dan tidak terburu buru. Jangan bersikap rakus sehingga tampak mulut penuh dengan suapan, dan jangan meniup-niup makanan atau minuman yang menunjukkan sikap tidak sabar. Dari Ibnu Abas RA berkata, Rasulullah SAW bersabda: “Janganlah kalian minum dengan sekali tegukan seperti minumnya unta, tetapi minumlah dengan dua atau tiga kali tegukan. Ucapkanlah ‘bismillah’ jika kalian minum dan ‘alhamdulillah’ jika kalian selesai minum”. (HR. Turmidzi). Dalam hadis lain disebutkan: “Dari Abi Qatadah RA, sesungguhnya Nabi SAW telah melarang bernafas dalam air minumannya “.(HR.Muttafaqun ALaihi)
  7. Disunnatkan mengambil makanan yang terjatuh dan membuang bagian yang kotor darinya lalu memakannya. Rasulullah bersabda: “Apabila suapan makan seorang kamu jatuh hendaklah ia mengambilnya dan membuang bagian yang kotor, lalu makanlah ia dan jangan membiarkannya untuk syetan”. (HR. Muslim).
  8. Tidak meniup makan yang masih panas atau bernafas di saat minum. Hadits Ibnu Abbas menuturkan “Bahwasanya Nabi melarang bernafas pada bejana minuman atau meniupnya”. (HR. At-Turmudzi dan dishahihkan oleh Al-Albani).
  9. Tidak berlebih-lebihan di dalam makan dan minum. Karena Rasulullah bersabda: “Tiada tempat yang yang lebih buruk yang dipenuhi oleh seseorang daripada perutnya, cukuplah bagi seseorang beberapa suap saja untuk menegakkan tulang punggungnya; jikapun terpaksa, maka sepertiga untuk makanannya, sepertiga untuk minu-mannya dan sepertiga lagi untuk bernafas”. (HR. Ahmad dan dishahihkan oleh Al-Albani). Berlebih-lebihan dalam makanan akan membuat kekeyangan dan hal itu tidak baik untuk pencernaan.
  10. Hendaknya pemilik makanan (tuan rumah) tidak melihat ke muka orang-orang yang sedang makan, namun seharusnya ia menundukkan pandangan matanya, karena hal tersebut dapat menyakiti perasaan mereka dan membuat mereka menjadi malu.
  11. Jangan sekali-kali kamu melakukan perbuatan yang orang lain bisa merasa jijik, seperti mengirapkan tangan di bejana, atau kamu mendekatkan kepalamu kepada tempat makanan di saat makan, atau berbicara dengan nada-nada yang mengandung makna kotor dan menjijikkan.
  12. Jangan minum langsung dari bibir bejana, berdasarkan hadits Ibnu Abbas beliau berkata, “Nabi melarang minum dari bibir bejana wadah air.” (HR. Al Bukhari)
  13. Disunnatkan minum sambil duduk, kecuali jika udzur, karena di dalam hadits Anas disebutkan “Bahwa sesungguhnya Nabi melarang minum sambil berdiri”. (HR. Muslim).

Adab sesudah makan

  1. Setelah makan diakhiri dengan Alhamdulillah Adapun mengakhirinya dengan Hamdalah, karena Rasulullah bersabda: “Sesungguhnya Allah sangat meridhai seorang hamba yang apabila telah makan suatu makanan ia memuji-Nya dan apabila minum minuman ia pun memuji-Nya”. (HR. Muslim)
  2. Hendaklah berhenti makan sebelum kenyang, karena meniru Rasulullah saw. agar ia tidak jatuh dalam kebinasaan, dan kegemukan yang menghilangkan kecerdasannya.
  3. Menjilat tangannya, kemudian mengelapnya, atau mencucinya. Namun mencucinya lebih baik.
  4. Membersihkan sisa-sisa makanan di gigi-giginya, dan berkumur untuk membersihkan mulutnya, karena dengan mulutnya itulah ia berdzikir kepada Allah Ta‘ala, berbicara dengan saudara-saudaranya, dan karena kebersihan mulut itu memperpanjang kesehatan gigi.

Demikianlah uraian dari adab makan dan minum secara Islam dilihat dari sunnah Rasullah s.a.w. Semoga kita dapat melaksanakannya dalam kehidupan sehari-hari.

(dari berbagai sumber)

Apa itu WUDHU…???

Wudhu adalah tindakan yang harus dilakukan seorang Muslim sebelum melaksanakan shalat, karena wudhu sendiri merupakan salah satu syarat sah shalat.

Pengertian wudhu sendiri menurut syara’ adalah, membersihkan anggota wudhu untuk menghilangkan hadats kecil.

A. Fardhu Wudhu – Fardhunya wudhu ada enam perkara, yaitu:

  1. Niat:
    Cukup dengan membaca basamalah Bismillahirohmanirrohiim Artinya: Dengan Menyebut nama Allah Yang maha Pengasih lagi maha Penyayang.
  2. Membasuh seluruh muka (mulai dari tumbuhnya rambut kepala hingga bawah dagu, dan dari telinga kanan hingga telinga kiri)
  3. Membasuh kedua tangan sampai siku-siku
  4. Mengusap kepala dari depan kepala sampai belakang kepala
  5. Membasuh kedua belah kaki sampai mata kaki
  6. Tertib (berturut-turut), artinya mendahulukan mana yang harus didahulukan, dan mengakhirkan mana yang harus diakhirkan.

B. Syarat-syarat Wudhu – Syarat-syarat wudhu ialah:

  1. Islam
  2. Tamyiz, yakni dapat membedakan baik buruknya sesuatu pekerjaan
  3. Tidak berhadats besar
  4. Dengan air suci, lagi mensucikan
  5. Tidak ada sesuatu yang menghalangi air, sampai ke anggota wudhu, misalnya getah, cat dan sebagainya
  6. Mengetahui mana yang wajib (fardhu) dan mana yang sunnah

C. Sunnah-sunnah Wudhu

  1. Membaca basmallah pada permulaan wudhu
  2. Membasuh kedua telapak tangan sampai pergelangan
  3. Berkumur-kumur
  4. Membasuh lubang hidung sebelum berniat
  5. Menyhapu seluruh kepala dengan air
  6. Mendahulukan anggota kanan daripada kiri
  7. Menyapu kedua telinga luar dan dalam
  8. Menigakalikan membasuh
  9. Menyela-nyela jari-jari tangan dan kaki
  10. Membaca doa sesudah wudhu

D. Cara Berwudhu – Secara keseluruhan berikut ini tata cara berwudhu yang di contohkan Rasulullah :

  1. Niat: cukup dengan membaca basamalah Bismillahirohmanirrohiim

Artinya: Dengan Menyebut nama Allah Yang maha Pengasih lagi maha Penyayang.

  1. Membasuh tangan sampai pergelangan tangan
  2. Berkumur-kumur sambil menghirup air kedalam dua buah lubang hidung
  3. Membasuh seluruh muka (mulai dari tumbuhnya rambut kepala hingga bawah dagu, dan dari telinga kanan hingga telinga kiri)
  4. Membasuh kedua tangan sampai siku-siku
  5. Mengusap kepala dari depan kepala sampai belakang kepala dan lalu membersihkan kedua telinga
  6. Membasuh kedua belah kaki sampai mata kaki
  7. Membaca Syahadat – Asyhadu \’ala illaha illallah wa Asyhadu ana muhammadarrosulullah.
  8. Tertib (berturut-turut), artinya mendahulukan mana yang harus didahulukan, dan mengakhirkan mana yang harus diakhirkan.

E. Yang Membatalkan Wudhu

  1. Keluar sesuatu dari qubul dan dubur, misalnya buang air kecil maupun besar, atau keluar angin dan sebagainya
  2. Hilang akal sebab gila, pingsan, mabuk dan tidur nyenyak
  3. Tersentuh kulit antara laki-laki dan perempuan yang bukan muhrimnya dengan tidak memakai tutup, (muhrim artinya keluarga yang tidak boleh dinikah)
  4. Tersentuh kemaluan (qubul atau dubur) dengan tapak tangan atau jari-jarinya yang tidak memakai tutup (walaupun kemaluannya sendiri)

F. Doa Setelah Berwudhu

Setelah berwudhu, disunahkan membaca doa sambil menghadap ke kiblat, dan mengangkat kedua belah tangan.

Doanya adalah: Asyhadu an laa ilaaha illallaahu wahdahuu laa syariika lah, wa asyhadu anna Muhammadan ‘abduhu wa rasuuluh. Allaahummaj’alnii minat-tawwaabiin, waj’alnii minal mutathahiriin, waj’alnii min ‘ibaadikash-shaalihiin

Artinya: “Aku bersaksi tiada Tuhan selain Allah yang Tunggal, tiada sekutu bagi-Nya. Dan aku bersaksi bahwa Nabi Muhammad adalah hamba-Nya dan utusan-Nya. Ya Allah, jadikanlah aku orang yang ahli taubat, dan jadikanlah aku orang yang suci dan jadikanlah aku dari golongan hamba-hambamu yang saleh.”

Sumber: http://www.anneahira.com/ibadah/berwudhu.htm